Oleh : Imam Subqi
Artikel ini secara sederhana
akan menguraikan tentang pentingnya strategi pembelajaran untuk meningkatkan
hasil belajar PAI. Dalam menggunakan strategi pembelajaran, guru hendaknya mampu mengelola semua komponen
yang ada dalam kegiatan proses pembelajaran
hendaknya disusun
secara sistematis untuk membantu memudahkan siswa belajar. Komponen-komponen
tersebut adalah guru, siswa, materi, metode, alat atau media, dan waktu. Tugas untuk
menyusun rencana dan melaksanakan strategi pembelajaran memerlukan suatu
kemampuan dari guru. Untuk itu guru harus memiliki pengetahuan tentang strategi
pembelajaran akan memberikan landasan ilmiah tentang bagaimana menyusun dan
menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar yang dapat memudahkan siswa belajar
sehingga tercapainya tujuan pembelajaran sesuai dengan harapan atau tujuan
pendidikan nasional.
Peran Guru PAI sebagai guru
mata pelajaran hendaknya mampu menguasai pengetahuan yang luas mengenai
pendidikan Agama dan sejumlah besar keterampilan professional dalam
pembelajaran. Menghadapi
tantangan tersebut di atas khususnya guru sekolah menengah pertama harus memahami tujuan pendidikan dasar itu sendiri, yaitu memotivasi
anak agar ia senang dan ingin belajar untuk dapat melanjutkan ke jenjang yang
lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa mengajar di sekolah menengah pertama khususnya dalam pendekatan
pembelajaran hendaknya mengutamakan prinsip siswa agar ia senang belajar. Untuk mengajarkan pendidikan
Agama Islam dikenal beberapa strategi pembelajaran. Salah satu strategi pembelajaran yang memberi
tekanan kepada realitas adalah pembelajaran
berbasis masalah. Strategi ini telah menjadi bagian dari dinamika proses pembelajaran karena beberapa faktor; adanya peningkatan tuntutan untuk
menjembatani kesenjangan antara teori dan praktik, akses informasi dan pesatnya
pengetahuan, penekanan kompetensi dunia nyata dalam belajar, dan perkembangan
bidang pembelajaran, psikologi dan pedagogi. Karakteristik pembelajaran ini akan
menekankan pada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Reigeluth
dan Merrill dalam Miarso menjelaskan bahwa pembelajaran sebaiknya didasarkan
pada teori pembelajaran yang bersifat preskiptif artinya teori yang memberikan
resep untuk megatasi masalah belajar dalam hal ini harus memperhatikan tiga
variabel yaitu kondisi, metode dan hasil.
Kata Kunci: Strategi Pembelajaran, Hasil Belajar dan
Pendidikan Agama Islam
A.
PENDAHULUAN
Pendidikan yang berkualitas akan mampu
menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas pula, sehingga mampu bersaing
pada era globalisasi seperti yang terjadi saat ini. Sasaran pendidikan adalah manusia
untuk membantu peserta didik dalam menumbuhkembangkan potensi-potensi kemanusiaannya.
Sebagaimana pendidikan
Agama Islam
bertujuan mengembangkan
fitrah keberagaman peserta didik agar lebih mampu memahami, menghayati dan
mengamalkan ajaran Islam. Pendidikan Agama Islam di pendidikan dasar bertujuan
untuk menumbuhkembangkan aqidah/keimanan, melalui pemberian, pemupukan dan
pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengalaman tentang Agama Islam, agar menjadi manusia muslim yang terus
berkembang dalam hal keimanan, ketaqwaannya kepada Allah SWT, serta mewujudkan
manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia, yakni manusia yang
berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis,
berdisiplin, bertoleransi, menjaga keharmonisan secara personal dan sosial
serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah.
Pendidikan Agama Islam sangat penting peranannya dalam pembentukan sikap anak.
Namun dalam kenyataannya menunjukkan bahwa mata pelajaran pendidikan Agama
Islam kurang memberikan kontribusi kearah tersebut. Hal ini disebabkan oleh
beberapa kendala, antara lain: terkait alokasi waktu sebagaimana tertuang dalam
kurikulum pendidikan Agama Islam (PAI) dari Departemen Pendidiakan Nasional
hanya dua-tiga jam pelajaran dengan muatan materi yang begitu padat. Kendala
lain yaitu kurangnya keikutsertaan guru mata pelajaran yang bukan pendidikan
Agama Islam dalam memberi motivasi kepada peserta didik untuk mempraktekkan
nilai-nilai pendidikan Agama dalam kehidupan sehari-hari.
Selama ini banyak pemikiran dan kebijakan
dalam rangka peningkatan kualitas
pendidikan Agama Islam yang diharapkan mampu memberikan nuansa baru bagi
pengembangan sistem pendidikan di Indonesia. Namun, dalam beberapa hal agaknya
pemikiran konseptual tersebut terkesan idealis romantis dan kurang realistis
sehingga para pelaksana dilapangan sering mengalami hambatan untuk
merealisasikannya. Rendahnya kualitas guru untuk
menjalankan profesinya dalam tiga dasawarsa terahir telah mendapatkan perhatian
dari masyarakat. Bahwa faktor kemampuan atau
kompetensi guru sangat mempengaruhi rendahnya mutu pendidikan yang tengah
dialami oleh bangsa Indonesia. Oleh karena itu peningkatan kemampuan guru
khususnya dalam pelaksanaan proses pembelajaran menjadi fokus untuk
meningkatkan kualitas guru.
Dalam menggunakan strategi pembelajaran, guru hendaknya mampu mengelola semua komponen
yang ada dalam kegiatan proses pembelajaran
hendaknya disusun
secara sistematis untuk membantu memudahkan siswa belajar. Komponen-komponen
tersebut adalah guru, siswa, materi, metode, alat atau media, dan waktu. Tugas untuk
menyusun rencana dan melaksanakan strategi pembelajaran memerlukan suatu
kemampuan dari guru. Untuk itu guru harus memiliki pengetahuan tentang strategi
pembelajaran akan memberikan landasan ilmiah tentang bagaimana menyusun dan
menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar yang dapat memudahkan siswa belajar
sehingga tercapainya tujuan pembelajaran sesuai dengan harapan atau tujuan
pendidikan nasional.
Guru pendidikan Agama Islam sebagai guru mata pelajaran dituntut untuk
menguasai pengetahuan yang luas mengenai pendidikan Agama dan sejumlah besar keterampilan professional dalam
pembelajaran. Menghadapi
tantangan tersebut di atas khususnya guru sekolah menengah pertama harus memahami tujuan pendidikan dasar itu sendiri, yaitu memotivasi
anak agar ia senang dan ingin belajar untuk dapat melanjutkan ke jenjang yang
lebih tinggi. Hal ini menunjukkan
bahwa mengajar di sekolah menengah pertama khususnya dalam pendekatan pembelajaran hendaknya mengutamakan prinsip
siswa agar ia senang belajar.
B.
PEMBAHASAN
1.
Pentingnya Strategi Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran peran aktif guru dan siswa
untuk pencapaian maksimal sangat berpengaruh terhadap hasil belajar.
Guru dan siswa merupakan variabel penting dalam pelaksanaan proses
tersebut yang berupaya untuk mengkomunikasikan permasalahan transfer of knowlegde dan transfer of value. Guru dan siswa merupakan satu kesatuan yang tak dapat
dipisahkan untuk saling melengkapi. Guru merupakan komponen manusiawi dalam
proses pembelajaran yang sangat berperan dalam mengantarkan anak (siswa)
pada tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Guru mempunyai tanggung jawab
atas keberhasilan atau tidak dalam program pembelajaran sehingga tugas guru adalah profesi.
Oleh karena itu mengajar adalah sebuah pekerjaan profesional, dengan
menggunakan teknik atau metode pembelajaran serta prosedur yang berpijak pada
landasan intelektual yang harus dipelajari
secara sengaja, terencana dan kemudian dipergunakan demi kemaslahatan
umat manusia (siswa). Strategi pembelajaran
merupakan salah satu komponen dalam sistem pembelajaran yang
berperan penting untuk mencapai tujuan instruksional yang telah ditetapkan. Hal
ini dimungkinkan mengingat strategi pembelajaran merupakan blue print yang terdiri atas berbagai sub komponen yang menuntun jalannya
aktivitas pembelajaran
.Strategi pembelajaran adalah seperangkat rencana aksi untuk mencapai tujuan
pembelajaran
dimana eksistensi sebuah strategi dalam
pembelajaran sebagai
suatu pendekatan yang dilakukan oleh guru
yang mengoptimalkan berbagai komponen dalam sistem pembelajaran guna mencapai
tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Miarso menjelaskan bahwa makna strategi pembelajaran adalah sebuah pendekatan menyeluruh pembelajaran dalam suatu sistem
pembelajaran, yang berupa pedoman umum dan kerangka kegiatan untuk mencapai
tujuan umum pembelajaran, yang dijabarkan dari pandangan falsafah dan atau
teori belajar tertentu.
Selanjutnya. J.R David dalam Sanjaya memberikan pengertian strategi
pembelajaran sebagai “a plan, method, or
series of activities designed to achieves a particular educational goal”. Jadi dengan demikan strategi
pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu perencanaan yang berisi tentang
rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu.
Jika dicermati beberapa pandangan di atas nampak jelas
bahwa strategi pembelajaran merupakan perencanaan kegiatan pembelajaran yang
mengelaborasi berbagai komponen utama sistem pembelajaran seperti ruang lingkup
materi, urutan penyajian materi, metode pembelajaran, media maupun alokasi
waktu.
Penataan berbagai
komponen ini memungkinkan suatu proses pembelajaran berjalan dengan efektif dan
efisien. Oleh
sebab itu kedudukan strategi pembelajaran
menjadi sangat menentukan keberhasilan proses pembelajaran. Selanjutnya Uno menyebutkan tiga jenis
strategi yang berkaitan dengan pembelajaran yakni, (1) strategi
pengorganisasian pembelajaran, (2) strategi penyampaian pembelajaran, (3)
strategi pengelolaan pembelajaran. Strategi pengorganisasian antara lain
meliputi bagaimana merancang bahan untuk keperluan belajar mandiri. Strategi
penyampaian pengajaran menekankan pada media apa yang dipakai untuk
menyampaikan pengajaran, kegiatan belajar apa yang dilakukan siswa, dan dalam
struktur belajar mengajar yang bagaimana. Strategi pengelolaan menekankan pada
penjadwalan penggunaan setiap komponen strategi pengorganisasian dan strategi
penyampaian pengajaran, termasuk pula pembuatan catatan tentang kemajuan
belajar siswa. Dari kedua pandangan tersebut dapat ditelusuri lebih jauh bahwa
strategi pembelajaran meliputi urutan (sequence)
penyajian materi pelajaran, metode pembelajaran, penggunaan media pembelajaran
dan efisiensi pemanfaatan waktu.
Satu hal yang menjadi
penekanan dalam penggunaan startegi pembelajaran adalah setiap strategi
pembelajaran yang digunakan bertalian dengan tujuan belajar yang ingin dicapai.
Hal ini berarti setiap strategi pembelajaran yang akan digunakan selayaknya
disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai.
Dalam setiap proses
pembelajaran, kedudukan strategi memainkan peran penting dalam upaya
menciptakan kondisi pembelajaran yang efektif dan efisien. Perwujudan
efektivitas dan efisiensi pembelajaran menunjukkan efektifitas dan efisiensi
strategi pembelajaran yang digunakan. Proses pembelajaran dikatakan efektif dan
efisien manakala kegiatan pembelajaran itu sendiri mampu melibatkan siswa
secara aktif dalam kegiatan-kegiatan nyata. Disinilah peranan strategi
pembelajaran sebagai suatu proses yang mendayagunakan siswa sebagai subyek
pembelajaran.
Dalam dunia pendidikan, strategi
pembelajaran telah dikenal luas khususnya bagi para pendidik. Berbagai ragam
strategi pembelajaran yang dikenal baik strategi pembelajaran konvensional
maupun strategi pembelajaran yang lahir dari hasil kajian penelitian dan
pengembangan pendidikan telah memberikan kontribusi yang berarti bagi
peningkatan kualitas pembelajaran. Oleh karena itu yang
dimaksud dengan pendekatan pembelajaran adalah
sebagai tindakan oleh guru dalam
menciptakan suatu sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar
mengajar dengan menggunakan beberapa variabel pengajaran agar tujuan
pembelajaran yang telah dirumuskan dapat tercapai dan berhasil guna.
2.
Hasil
Belajar Pendidikan Agama
Islam di Sekolah
Secara
sederhana belajar dapat dimengerti sebagai hasil asosiasi
pengalaman-pengalaman, bukan merupakan penghafalan kata-kata bermakna. Lebih
jauh, belajar pada umumnya selalu dihubungkan dengan bidang ilmu pengetahuan
khusus yang diminati, misalnya ilmu sosial, Agama, komputer, fisika
dan lain-lain. Melalui belajar diharapkan siswa atau peserta
didik dapat memperluas dan mengembangkan inteligensi atau kecerdasannya.
Oleh sebab itu, tugas pendidik adalah bagaimana menciptakan suasana
belajar yang dapat mengembangkan semua
kecerdasan yang ada pada setiap individu siswa.
Belajar merupakan
perubahan dalam disposisi manusia atau kapabilitas yang berlangsung selama satu
masa waktu dan yang tidak semata-mata disebabkan oleh proses pertumbuhan.
Sedangkan Wina Sanjaya mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses
mencoba berbagai kemungkinan. Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta akan
tetapi belajar adalah proses berpikir (learning
how to think), yakni proses mengembangkan
potensi seluruh otak, baik otak kanan maupun otak kiri.
Ini berarti bahwa tujuan kegiatan belajar ialah perubahan tingkah laku, baik
yang menyangkut pengetahuan, keterampilan, sikap, bahkan meliputi segenap aspek
pribadi. Kegiatan belajar mengajar seperti mengorganisasi pengalaman belajar,
menilai proses dan hasil belajar, termasuk dalam cakupan tanggung jawab guru.
Menurut Morgan
dalam Syaiful Sagala, belajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh
seseorang untuk memperoleh bentuk prilaku baru yang relatif menetap. Bentuk
perilaku baru sering juga disebut hasil belajar. Masih dalam kaitan dengan belajar, Rober
dalam Muhibbin Syah membatasi belajar dengan dua macam definisi. Pertama, belajar adalah The process of acquiring knowledge,
yakni proses memperoleh pengetahuan. Kedua, belajar adalah A relatively permanent change in respons potentiality which occurs as a
result of reinforced practise, yaitu suatu perubahan kemampuan bereaksi
yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat. Artinya belajar
pada hakekatnya adalah real-word learning, yaitu belajar dari kenyataan yang bisa diamati, dipraktekkan,
dirasakan, dan diujicoba. Belajar akan mengutamakan
pengalaman nyata buka pengalaman yang hanya diangan-angankan saja, yang tidak
bisa dibuktikan secara empiris.
Dalam hubungannnya dengan belajar, Bruner dalam
Muhibbin Syah membedakan proses belajar dalam tiga fase atau episode,
yakni, 1). Informasi. Informasi yang
diperoleh dalam tiap mata pelajaran, ada yang menambah pengetahuan yang telah
kita miliki, ada yang memperhalus dan memperdalamnya, ada pula informasi yang
bertentangan dengan apa yang telah kita ketahui sebelumnya. 2) Transformasi.;
informasi ini harus dianalisis, diubah atau ditransformasikan ke dalam bentuk
yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih
luas dan 3). Evaluasi. Kemudian
kita kita nilai hingga manakah pengetahuan yang kita peroleh dan transformasi
itu dapat dimanfaatkan untuk memahami
gejala-gejala lain.
Dalam hubungannnya dengan perubahan pada diri seseorang akibat proses
belajar, Gagne membagi perubahan ada lima kategori pokok kapabilitas
hasil belajar yaitu: (1) Keterampilan intelek, yaitu seorang individu belajar berinteraksi
pada lingkungan dengan menggunakan lambang. (2)
Informasi Verbal, merupakan orang bisa belajar menyatakan atau mengatakan fakta
atau serangkaian peristiwa menggunakan wicara lisan atau menggunakan tulian,
ketikan atau bahkan menggambarnya. (3) Siasat Kognitif, yaitu seseorang telah
belajar menguasai keterampilan mengelola belajarnya sendiri, mengingatnya dan
berfikirnya, misalnya dia telah belajar menggunakan cara tertentu dalam membaca
bagian-bagian yang berlainan dari buku yang dibacanya. (4) Keterampilan
motoris, yaitu si belajar melakukan gerakan dalam sejumlah tindak motorik yang
terorganisasi, misalnya melemparkan bola. (5) Sikap, yaitu seorang pelajar
memperoleh atau mencapai keadaan mental yang mempengaruhi pilihan atas tindakan
pribadi.
Berdasarkan teori-teori itu, penulis
dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa belajar adalah suatu proses atau
kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau peserta didik yang dimulai dan berakhir dari suatu
pengalaman, dan diharapkan dari belajar tersebut seseorang atau peserta didik
mengalamai perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan,
keterampilan, sikap, bahkan meliputi segenap aspek pribadi.
Selanjutnya pendidikan agama Islam
merupakan sebutan yang diberikan pada salah satu subyek pelajaran yang harus
dipelajari oleh siswa muslim dalam menyelesaikan pendidikannya pada tingkat
tertentu. Ia merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kurikulum suatu sekolah
sehingga menjadi
alat untuk
mencapai tujuan sekolah yang bersangkutan. Karena itu, subyek ini diharapkan
dapat memberikan keseimbangan dalam kehidupan anak kelak, yakni manusia yang
memiliki kualifikasi tertentu tetapi tidak terlepas dari nilai-nilai ajaran
Islam.
Dalam sistem
pendidikan nasional, pendidikan agama Islam sebagai salah satu jenis pendidikan yang
didesain dan diberikan kepada siswa yang beragama Islam dalam rangka
mengembangkan keberagamaan Islam mereka. Ia merupakan subyek pelajaran pilihan
yang sejajar dengan pendidikan agama
lain seperti pendidikan agama Katholik, pendidikan agama Budha, pendidikan
agama Hindu, dan lain-lain.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
Dari definisi tersebut tergambar adanya proses pembelajaran terhadap peserta
didik agar mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan. Hal ini mengindikasikan betapa pentingnya pendidikan agama untuk
mendukung siswa memiliki kekuatan spiritual tersebut.
Pendidikan agama Islam adalah bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan
di Indonesia, sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 12 ayat 1 butir a.
"Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan
pendidikan Agama sesuai dengan Agama yang
dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama".
Sedangkan pendidikan Agama diartikan sebagai suatu kegiatan
yang bertujuan untuk membentuk manusia agamis dengan menanamkan aqidah
keimanan, amaliah dan budi pekerti atau akhlak yang terpuji untuk menjadi
manusia yang taqwa kepada Allah SWT.
Menurut Arifin
pendidikan Islam merupakan suatu sistem kependidikan yang mencakup seluruh
aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah, sebagaimana Islam telah
menjadi pedoman bagi seluruh aspek kehidupan manusia, baik duniawi maupun
ukhrawi. Pendidikan
Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya; akal dan hatinya; rohani dan
jasmaninya; akhlak dan keterampilannya. Karena itu pendidikan Islam menyiapkan
manusia untuk hidup baik dalam keadaan damai, dan menyiapkan untuk menghadapi
masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya. Pendidikan Islam sebagai suatu proses penyiapan
generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai
Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk bermamal di dunia dan
diakhirat. Pendidikan Islam merupakan suatu proses
pembentukan individu berdasarkan ajaran-ajaran Islam yang diwahyukan Allah Swt
kepada Nabi Muhammad SAW.
Tegasnya pendidikan Islam adalah bimbingan
jasmani dan rohani menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut
ukuran-ukuran Islam. Pendidikan Islam merupakan salah
satu aspek saja dari ajaran Islam secara keseluruhan. Karenanya tujuan pendidikan
Islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam; yaitu untuk
menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu bertaqwa kepadaNya, dan
dapat menciptakan kehidupan yang berbahagia di dunia dan akhirat. Dalam konteks
sosial masyarakat, bangsa dan negara, maka pribadi yang bertaqwa ini menjadi
rahmatan lil’alamiin, baik dalam skala kecil maupun skala besar. Tujuan hidup
manusia dalam Islam inilah yang disebut sebagai tujuan akhir pendidikan.
Tafsir dalam
Muhaimin menjelaskan ada perbedaan antara pendidikan Islam dan pendidikan agama
Islam (PAI). Penddikan Agama Islam (PAI) dibakukan sebagai kegiatan mendidikan
agama Islam, seharusnya dinamakan “Agama Islam” karena yang diajarkan adalah
agama Islam bukan pendidikan agama Islam. Nama kegiatannya atau usaha-usaha
dalam mendidikkan agama Islam disebut sebagai pendidikan agama Islam.Dilihat dari segi cakupannya pendidikan agama Islam
berbeda dengan pendidikan Islam. Pendidikan Islam cakupannya lebih dari
Pendidikan Agama Islam, yaitu mencakup pendidikan yang berkaitan hubungan
antara manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan manusia, atau
pendidikan yang mencakup ajaran dunia dan akhirat yang didasarkan pada
Al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber acuannya. Atau dengan kata lain, Pendidikan
Islam adalah usaha sadar untuk mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan anak
dengan segala potensi yang dianugerahi Allah kepadanya agar mampu mengemban
amanah dan tanggung jawab sebagia khalifah Allah di bumi dalam pengabdiannya
kepada Allah SWT.
Pendidikan Agama Islam sebagai mata pelajaran
wajib diikuti seluruh siswa yang beragama Islam pada semua satuan jenis, dan
jenjang sekolah. Hal ini sesuai dengan UUD 1945 yang menjamin warga negara
untuk beribadah menurut agamanya masing-masing. Sebagaimana yang tertuang dalam
undang-undang sistem pendidikan nasional No 20 Tahun 2003 terutama pada pasal
37 ayat (1) bahwa pendidikan Agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta
berakhlak mulia. Artinya pendidikan
Agama Islam merupakan usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik meyakini,
memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran atau latihan untuk mewujudkan pribadi muslim yang beriman, bertakwa
kepada Allah SWT dan berakhlak mulia. Sementara itu, dalam kehidupan pribadi,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta memiliki bekal untuk melanjutkan
pendidikan yang lebih tinggi.
Pendidikan Agama Islam di sekolah harus
berperan sebagai pendukung tujuan umum pendidikan nasional yang tidak lain
bahwa tujuan umum pendidikan nasional eksplisit disebutkan bahwa rumusan UUSPN No.
20 Tahun 2003 bab II Pasal 3 tentang Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional
sebagai disebutkan dalam bab terdahulu. Adapun penjabaran
rumusan fungsi pendidikan nasional yang juga merupakan tujuan Pendidikan Agama
Islam,
Selanjutnya secara sederhana
hasil belajar dapat dimengerti sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi akibat proses belajar mengajar. Hasil belajar
diharapkan dapat membawa manfaat yang bai bagi peserta didik dan masyarakat
disekitarnya. Untuk mencapai harapan itu banyak faktor yang menentukan proses
dan hasil belajar seperti kemampuan dasar, sikap dan penilaian siswa terhadap
kualitas mengajar guru. Faktor-faktor ini harus menunjang supaya proses dan
hasil belajar lebih memadai.
Pentingnya mengetahui hasil belajar agar guru memahami tentang sejauh
mana tujuan belajar yang telah dicapai siswa dengan mengumpulkan
keterangan-keterangan secara sistematis tentang pengaruh usaha guru untuk
dianalisis, dengan demikian guru akan mengetahui kebaikan dan kekurangan usaha
guru untuk memperkaya pengalaman guru sebagai pengajar yang dapat digunakan
pada proses pembelajaran berikutnya.Hasil belajar merupakan proses
yang menentukan nilai belajar siswa melalui kegiatan penilaian atau pengukuran
hasil belajar. Oleh karena itu guru hendaknya mampu mengetahui tingkat
keberhasilan yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti suatu kegiatan
pembelajaran, dimana tingkat keberhasilan tersebut kemudian ditandai dengan
skala nilai berupa huruf atau kata serta simbol.
Artinya hasil belajar tersebut adalah tingkat penguasaan yang dicapai
siswa dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan
yang telah ditetapkan, atau dapat juga dikatakan bahwa hasil belajar adalah
seluruh kecakapan dan hasil yang dicapai melalui proses belajar-mengajar di
sekolah yang dinyatakan dengan angka-angka atau nilai-nilai yang diukur dengan
tes hasil belajar.
Belajar sebagai proses perubahan tingkah laku akan dapat diketahui, oleh
karenanya perubahan tingkah laku syarat berhubungan dengan perubahan sistem
syaraf dan perubahan energi yang sulit dilihat dan diraba para ahli psikologi
menamakan kotak hitam (black box),
namun perubahan tingkah laku tersebut akan dapat diketahui dengan membandingkan
kondisi sebelum dan sesudah proses pembelajaran berlangsung.
Definisi yang diajukan oleh Nana Sudjana adalah bahwa hasil belajar
merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah dia menerima
pengalaman belajarnya. Dalam hubungan hasil belajar, menurut Bloom dalam Syaiful
Sagala, hasil belajar dapat dikelompokan ke dalam tiga ranah, yaitu
ranah kognitif, efektif dan psikomotor. Ranah
kognitif adalah meliputi pengenalan pengetahuan dan pengembangan
kemampuan intelek dan keahlian (skill).
Ranah ini merupakan ranah paling sentral bagi pengembangan tes dan pengembangan
kurikulum. Ranah afektif menyangkut tujuan yang menggambarkan perubahan dalam
minat, sikap, dan nilai-nilai serta pengembangan penghargaan, serta penyesuaian
yang cukup. Ranah psikomotor adalah
keahlian dalam gerakan (motor-skill area).
Pendapat lain mengemukakan bahwa
terdapat lima kemampuan yang didapat seseorang dalam belajar yaitu :
keterampilan, intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, sikap, dan
keterampilan motorik., Keterampilan intelektual adalah suatu
kemampuan yang membuat seseorang menjadi kompeten terhadap suatu subjek,
sehingga dapat mengklasifikasi, mengidentifikasi, mendemonstrasikan, serta
menggeneralisasikan suatu gejala. Strategi kognitif adalah kemampuan seseorang
untuk dapat mengontrol aktivitas intelektualnya dalam mengatasi masalah yang
dihadapi. Informasi verbal adalah kemampuan seseorang untuk dapat menggunakan
bahasa lisan maupun tulisan dalam mengungkapkan suatumasalah atau gagasan.
Sikap adalah suatu kecenderungan pada diri seseorang dalam menerima atau
menolak objek sikap, sedang keterampilan motorik adalah kemampuan seseorang
untuk mengkoordinasikan semua gerakan secara teratur dan lancar.
Menurut Gagne, bahwa belajar
merupakan proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, kebiasaan, dan
tingkah laku. Belajar adalah pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari
instruksi. Dikemukakan juga bahwa hasil belajar dapat dihubungkan dengan
terjadinya suatu perubahan dalam kepandaian seseorang dalam yang dalam proses
perkembangannya cukup rumit dan terjadi antara sebelum dan sesudah situasi
belajar, dengan suatu latihan atau perlakuan tertentu.
Perubahan tingkah laku yang parmanen dapat diperoleh dari hasil pembiasaan,
contoh-contoh, peniruan, dan latihan yang berulang-ulang. Oleh sebab itu Gagne, mengemukakan bahwa
hasil belajar dapat diklasifikasikan menjadi lima macam, yakni : (1).
Keterampilan intelektual, (2). Strategi kognitif, (3). Informasi verbal, (4).
Keterampilan motorik, dan (5). Sikap. Selanjutnya Benyamin Bloom dalam Syaiful Sagala mengklasifikasikan hasil
belajar dalam tiga ranah, yaitu : ranah kognitif (cognitive domain),
ranah afektif (affective domain), dan ranah psikomotor (psychomotor
domain).
1.
Tujuan Pendidikan Agama
Islam di Sekolah
Makna tujuan
pendidikan agama Islam akan memberikan arah, Tujuan
Pendidikan agama
Islam dimaksudkan agar manusia mampu
mengolah dan menggunakan segala kekayaan yang ada di langit dan di bumi untuk
kesejahteraan dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat kelak. Dengan
demikian, manusia melalui proses pendidikan Islam diharapkan adalah seorang
muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah, berakhlak mulia, beramal
kebaikan (amal shaleh), menguasai ilmu (untuk dunia dan akhirat), menguasai
keterampilan dan keahlian agar memikul amanah dan tanggung jawab yang
dibebankan kepadanya sesuai dengan kemampuan masing-masing. Kedudukan agama
Islam sebagai mata pelajaran yang diajarkan di sekolah umum adalah segala upaya
penyampaian ilmu pengetahuan agama Islam tidak hanya untuk dipahami dan
dihayati, tetapi juga diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya kemampuan
siswa dalam melaksanakan wudhu, sholat, puasa, dan ibadah-ibadah lain yang
sifatnya hubungan dengan Allah (ibadah mahdhah),
dan juga kemampuan siswa dalam beribadah yang sifatnya hubungan antara sesama
manusia, misalnya siswa bisa melakukan zakat, sadaqah, jual beli, dan lain-lain
yang termasuk ibadah dalam arti luas (ibadah ghaira mahdhah).
Tujuan
pendidikan agama Islam merupakan penggambaran nilai-nilai islami yang ingin
diwujudkan dalam pribadi anak didik pada
akhir dari proses pendidikan. Selanjutnya tujuan
pendidikan oleh pendidik muslim melalui proses yang berakhir pada hasil
(produk) yang berkepribadian Islam yang beriman, bertaqwa, dan berilmu
pengetahuan yang sanggup mengembangkan dirinya menjadi hamba Allah yang taat. Menurut Armai Arief, bahwa tujuan pendidikan Islam untuk
membentuk kepribadian sebagai khalifah Allah SWT, atau sekurang-kurangnya mempersiapkan ke jalan yang mengacu
kepada tujuan akhir. Kemudian tujuan
pendidikan Islam tersebut dibangun atas tiga komponen
sifat dasar manusia, yaitu tubuh, ruh dan akal yang masing-masing harus dijaga. Berdasarkan hal tersebut
maka tujuan pendidikan Islam dapat di kualifikasikan kepada: (1) Tujuan Pendidikan Jasmani (ahdaf al-jismiyah) Kekuatan
fisik meruapakan bagian pokok dari tujuan pendidikan. Maka pendidikan harus
mempunyai tujuan kearah keterampilanketerampilan fisik yang dianggap perlu bagi
tumbuhnya keperkasaan tubuh yang sehat. Pendidikan Islam dalam hal ini mengacu
pada pembicaraan fakta-fakta terhadap jasmani yang relevan bagi para pelajar. (2) Tujuan Pendidikan Rohani (ahdaf al-ruhaniyyah) Orang
yang betul-betul menerima ajaran Islam tentu akan menerima seluruh cita-cita
ideal yang terdapat dalam Al-Qur.an, peningkatan jiwa dan kesetiaannya yang
hanya kepada Allah semata dan melaksanakan moralitas Islami yang diteladani
dari tingkah laku kehidupan Nabi Muhammad SAW merupakan bagian pokok dalam tujuan pendidikan Islam. Tujuan
pendidikan Islam harus mampu membawa dan mengembalikan ruh kepada kebenaran dan
kesucian. (3) Tujuan Pendidikan
Akal (al-ahdaf al-.aqliyah) Tujuan ini mengarah kepada perkembangan
intelegensi yang mengarahkan setiap manusia sebagai individu untuk dapat
menemukan kebenaran yang sebenar-benarnya. Pendidikan yang dapat membantu
tercapainya tujuan akal, seharusnya dengan bukti-bukti yang memadai dan relevan
dengan apa yang mereka pelajari. Di samping itu pendidikan Islam mengacu kepada
tujuan memberi daya dorong menuju
peningkatan kecerdasan manusia. Pendidikan yang lebih berorientasi
kepada hafalan, tidak tepat menurut teori pendidikan Islam. Karena pada
dasarnya pendidikan Islam bukan hanya memberi titik tekan pada hafalan,
sementara proses intelektualitas dan pemahaman dikesampingkan. (4) Tujuan Sosial (al-ahdaf al-ijtima.iyah) Seorang
khalifah mempunyai kepribadian utama dan seimbang, sehingga khalifah tidak akan
hidup dalam keterasingan dan ketersendirian. Oleh karena itu, aspek social dari
khalifah harus dipelihara.
Fungsi
pendidikan dalam mewujudkan tujuan sosial adalah menitikberatkan pada
perkembangan karakter-karakter manusia yang unik, agar manusia mampu
beradaptasi dangan standar-standar masyarakat bersama-sama dengan cita-cita
yang ada padanya. Keharmonisan menjadi karakteristik utama yang ingin dicapai
dalam tujuan pendidikan Islam.
Pendapat di atas
dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan agama Islam adalah untuk mewujudkan
insan kamil yang berpredikat iman, taqwa dan berakhlakul karimah, sanggup
berdiri diatas haknya sendiri, mengabdi kepada Allah dan dapat menselaraskan
antara kepentingan dunia dan kepentingan akhirat. Maka pendidikan agama Islam
pada anak tingkat SMP sangat penting karena pada usia ini
diberi pendidikan agama dengan tujuan membimbing, menuntun siswa dengan
berbagai pengetahuan agama sesuai dengan berbagai pengetahuan agama sesuai
dengan perkembangannya, baik tentang dasar-dasar atau hikmah hukum Islam maupun
tentang bacaan dan hafalan Al-Qur’an, praktek ibadah baik di sekolah maupun di
luar sekolah untuk meningkatkan aqidah dan pengetahuan agama agar menjauhkan
diri dari berbagai kepercayaan yang salah yang dapat merusak kemurnian Agama.
2.
Karakteristik Pendidikan
Agama Islam di Sekolah
Karakteristik Pendidikan Agama Islam sebagai
gambaran sejauhmana nilai-nilai utama (karakter) yang terkandung dalam mata
pelajaran ini. Adapun 7 karakteristik mata pelajaran PAI di SMP adalah sebagai berikut: (1) PAI
merupakan mata pelajaran yang dikembangkan dari ajaran-ajaran pokok (dasar)
yang terdapat dalam agama Islam, sehingga PAI merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari ajaran Islam. (2) Ditinjau dari segi muatan pendidikannya, PAI merupakan mata
pelajaran pokok yang menjadi salah satu bagian yang tidak dapat dipisahkan
dengan mata pelajaran lain yang bertujuan untuk mengembangkan kepribadian dan
moral (karakter) peserta didik. Oleh karena itu, semua
mata pelajaran yang memiliki tujuan tersebut harus seiring dan sejalan dengan
tujuan yang ingin dicapai oleh mata pelajaran PAI. (3) Diberikannya
mata pelajaran PAI, khususnya di SMP, bertujuan untuk terbentuknya peserta
didik yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT
berbudi pekerti yang luhur (berkarakter atau berakhlak mulia),
dan memiliki pengetahuan yang cukup tentang Islam, terutama sumber ajaran dan
sendi-sendi Islam lainnya. Pada saat bersamaan, mata pelajaran PAI dapat
dijadikan bekal untuk mempelajari berbagai bidang ilmu atau mata pelajaran
lain, sehingga akan semakin memperkuat pembentukan karakter dan keilmuannya. (4) PAI
adalah mata pelajaran yang tidak hanya mengantarkan peserta didik dapat
menguasai berbagai kajian keislaman, tetapi PAI lebih menekankan bagaimana
peserta didik mampu menguasai kajian keislaman tersebut sekaligus dapat
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari di tengah-tengah masyarakat. Dengan
demikian, PAI tidak hanya menekankan pada aspek kognitif saja, tetapi yang
lebih penting adalah pada aspek afektif (sikap) dan psikomotornya (perilaku). Hasil dari PAI adalah sikap perilaku
(karakter) peserta didik sehari-hari yang sejalan dengan ajaran Islam. (5) Secara umum mata
pelajaran PAI didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang ada pada dua sumber
pokok ajaran Islam, yaitu al-Quran dan Sunnah/hadis
Nabi Muhammad saw. (dalil naqli). Dengan melalui metode Ijtihad (dalil aqli)
para ulama mengembangkan prinsip-prinsip PAI tersebut dengan lebih rinci dan
mendetail dalam bentuk fiqih dan hasil-hasil ijtihad lainnya. (6) Prinsip-prinsip
dasar PAI tertuang dalam tiga kerangka dasar ajaran Islam, yaitu aqidah,
syariah, dan akhlak. Dari ketiga prinsip dasar itulah berkembang berbagai
kajian keislaman (ilmu-ilmu agama) seperti Ilmu Kalam (Theologi Islam,
Ushuluddin, Ilmu Tauhid) yang merupakan pengembangan dari aqidah; Ilmu Fiqih
yang merupakan pengembangan dari syariah; dan Ilmu Akhlak (Etika Islam,
Moralitas Islam) yang merupakan pengembangan dari akhlak, termasuk
kajian-kajian yang terkait dengan ilmu dan teknologi serta seni dan budaya yang
dapat dituangkan dalam berbagai mata pelajaran di SMP.
Jika hal ini diimplementasikan di sekolah (SMP), yakni dengan mendasari
peserta didik aqidah (fondasi) yang kokoh lalu mendorong untuk melaksanakan
semua ketentuan Allah dan Rasul-Nya (syariah) secara utuh, maka akan terbentuk
peserta didik yang memiliki akhlak (karakter) mulia yang utuh baik dalam
hubungan vertikal (hablun minallah) maupun horisontal (hablun
minannas), serta memiliki ilmu pengetahuan dan kreativitas yang memadai.
(7) Tujuan
akhir dari mata pelajaran PAI di SMP adalah terbentuknya peserta didik yang
memiliki akhlak yang mulia (manusia berkarakter). Tujuan ini yang
sebenarnya merupakan misi utama diutusnya Nabi Muhammad saw.
di dunia. Oleh karena itu, pendidikan akhlak
(pendidikan karakter) adalah jiwa Pendidikan Agama Islam (PAI). Mencapai akhlak yang
karimah (karakter mulia) adalah tujuan sebenarnya dari
pendidikan Islam. Peserta didik membutuhkan kekuatan dalam hal jasmani, akal,
dan ilmu, tetapi ia juga membutuhkan pendidikan budi pekerti, perasaan, kemauan,
cita rasa, dan kepribadian. Sejalan dengan konsep ini maka semua mata pelajaran
atau bidang studi yang diajarkan kepada peserta didik haruslah mengandung
muatan pendidikan akhlak (pendidikan karakter) dan setiap guru
haruslah memerhatikan akhlak atau karakter peserta didiknya.
C.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa suatu proses belajar mengajar pada akhirnya akan menghasilkan kemampuan
seseorang yang mencakup : pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Perubahan
kemampuan itu merupakan indikator untuk mengetahui hasil belajar. Teori-teori tentang
pengertian belajar dan hasil belajar yang dikemukakan di atas, menjadi acuan
untuk menentukan jenis hasil belajar yang diasumsikan paling memadai dalam
penelitian ini. Hasil belajar yang diidentifikasi dalam penelitian ini
menitikberatkan pada hasil belajar menurut Bloom yang dijabarkan menurut Kemp,
meliputi : pengetahuan, pemahaman, dan penerapan.
Adapun yang dimaksud dengan hasil belajar mata pelajaran agama Islam adalah
kemampuan yang dimiliki siswa sekolah dasar
meliputi : pengetahuan, pemahaman, dan penerapan, terhadap materi pelajaran
Agama Islam, mencakup penguasaan fakta, prinsip-prinsip, konsep, generalisasi,
sikap, norma, dan hukum, yang dinyatakan dalam skor tertentu pada bidang Agama Islam, dan diukur dengan tes. Tes adalah suatu alat atau prosedur
yang sistematis dalam rangka pengukuran dan penilaian dalam bidang pendidikan yang berbentuk
pemberian tugas atau serangkaian tugas untuk mengukur tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai peserta
didik setelah mereka menempuh proses pembelajaran dalam waktu tertentu. Hasil tes dapat memberi informasi tentang apa dan seberapa jauh penyerapan
materi yang telah dikuasai siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar
pelajaran Agama Islam. Hasil belajar
Agama Islam tersebut merupakan gambaran belajar yang sangat penting bagi siswa,
guru, orang tua, serta pihak-pihak yang terkait demi kemajuan proses pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Armai Arief, Pengantar
Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat
Pers 2002)
Muhaimin dan Abdul Ghofir, Strategi Belajar Mengajar; Penerapan dalam Pembelajaran Agama Islam (Surabaya: Citra Media Karya Anak Bangsa 1996)
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta : Sinar Grafika 2003)
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta : Sinar Grafika 2003), hlm. 2
Muhaimin dan Abdul Ghofir, Strategi Belajar
Mengajar; Penerapan dalam Pembelajaran Agama Islam
(Surabaya: Citra Media Karya Anak Bangsa 1996), hlm.2.
Armai Arief, Pengantar
Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers 2002), hlm. 19